Header Ads

101 Life-vesting Principles : Investasi, Kehidupan dan Orang Biasa (Waras).

Ilustrasi diambil dari Freepik

Sejak saya mulai berinvestasi dipasar modal awal tahun 2017 lalu, banyak sekali hal yang saya pelajari dan membuka pikiran saya baik itu tentang investasi, ekonomi, bisnis, keuangan, sejarah, sampai psikologi dan bahkan filosofi. Pada awalnya ketika saya baru belajar, mengetahui rumus-rumus dan rasio keuangan sudah cukup membuat saya merasa 'pintar'. Saya merasa tau segala hal yang dibutuhkan untuk sukses dipasar modal dan menjadi kaya. Belakangan saya paham, kondisi psikologis ini dinamakan "Dunning-Kruger Effect" yang dimana seseorang cenderung menilai dirinya lebih baik dari yang sebenarnya ketika ia mempelajari suatu skill/kompetensi baru, kapan-kapan jika saya sedang rajin saya coba bahas gejala psikologis ini diartikel lain. 

Beruntungnya saya tidak larut dalam keadaan bias kognitif ini, saya bersyukur dianugerahi otak yang selalu berpikir dan berimajinasi(bukan bermaksud sombong karena kadang ini jadi bumerang haha..). Perlahan saya sadari rumus dan rasio hanyalah 'alat' yang hanya berguna jika kita tau 'cara' menggunakannya. Selain itu ada hal yang jauh lebih penting dan membuat alat-alat yang membantu kita ini bisa menghasilkan dalam jangka panjang, yaitu mindset yang kritis dan pengendalian diri. Terlebih lagi, saya juga menyaksikan bagaimana pemikiran dan cerita pengalaman suhu-suhu yang ada di disuatu komunitas grup Telegram, semua hal ini membuat saya 'turun kembali ke bumi' dan merasa saya belum ada apa-apanya. 

Dibalik peroses pembelajaran itu, saya bisa memetik satu hal. Walaupun rumus dan rasio keuangan memang tidak cukup untuk sukses dipasar modal, sering kali hal-hal lain yang perlu dipelajari itu bukanlah hal yang 'rocket science' atau hal kompleks yang butuh perhitungan yang panjang, melainkan hanyalah prinsip atau filosofi sederhana yang sebenarnya sudah kita temui dikehidupan sehari-hari. Hanya saja ketika masuk ke saham, entah kenapa kebiasaan, prinsip atau filosofi itu orang-orang lupakan.


Kulkas

Ilustrasi diambil dari Freepik

Ambil contoh sederhana saja, ketika hendak akan membeli kulkas (atau elektronik lainnya kalau anda tidak pernah beli kulkas haha..), anda minimal pasti bertanya-tanya dulu ke penjualnya tentang spesifikasi kulkasnya bagaimana, konsumsi listriknya bagaimana, fiturnya apa saja, harga sekian dapatnya kulkas yang seperti apa dan lain-lain. Tapi ketika pertama kali kita hendak beli saham, berapa persenkah yang bertanya "Perusahaan ini kinerjanya bagus nggak ya? Bagaimana prospeknya kedepan?". Sepengalaman saya tidak banyak paling 10% sajalah, atau jika pun bertanya pertanyaannya seperti ini "Saham yang besok atau dalam minggu ini naik saham apa?" yang pastinya saya tidak pernah tau jawabannya atau kalau pun saya tau, saya gaakan kasih tau ke orang secara cuma-cuma, memangnya kalo beneran cuan kalian mau bagi-bagi cuannya ke saya? Think Dude! 

Dari hal yang sederhana seperti diatas bisa dianalogikan kebanyakan orang memperlakukan saham seperti membeli kulkas untuk dijual kembali dengan keuntungan alias berdagang = trade, yes "Trading". Banyak orang yang datang ke saham dengan konsep pemikiran sebagai pedagang saham alias trader saham. Itu sah-sah saja tapi jangan menyamakan trading dengan investasi. Banyak yang masuk ke saham karena tergiur dengan keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Padahal tidak semudah itu apalagi jika mau konsisten. Kenyataannya sulit dan memang sama seperti berdagang didunia nyata itu tidak semudah yang dipikirkan. Malah lebih parahnya lagi ketika niat awalnya trading namun karena harganya turun terus malah bertahan dengan dianggap untuk 'investasi' tanpa tau keadaan perusahaannya. Miris rasanya melihat fenomena pelaku pasar seperti ini, mengapa kita membeli saham lebih ceroboh daripada membeli kulkas? Namun begitulah faktanya dari dulu sampai sekarang pasti ada yang seperti ini.

Menurut saya fenomena ini bisa terjadi disebabkan banyak hal. Namun berdasarkan pengalaman saya, ada hal yang paling umum terjadi yaitu membeli saham dengan 'uang dingin'. Loh bener dong, saham kan berisiko jadi pakai uang dingin aja? Keliru! Justru itulah yang membuat anda memperlakukan saham layaknya berjudi, berharap untung besar secara cepat dan mudah. Kalaupun rugi anda tidak terlalu menderita karena hanya uang dingin, coba jika anda menempatkan sebagian besar tabungan dan dana pensiunnya, beranikah berjudi dengan itu? Memang, untuk permulaan lebih baik untuk menggunakan dana kecil terlebih dahulu tapi seiring waktu berjalan dan peningkatan skill serta pengalaman seharusnya anda memperbesar dana agar effort anda terbayar dengan nominal yang lebih layak.


Prinsip Kehidupan sampai Agama 

Suatu ketika saat saya sedang membaca sebuah grup saham di telegram, seorang suhu menyebutkan demikian : "Bear dan Bull tidak pernah ada yang bisa tebak kapan datangnya. Seperti ada tertulis : Sebab kamu sendiri benar-benar tahu bahwa hari Tuhan akan datang seperti pencuri pada malam hari."  Absolutely true and relate! Ini semakin menyadarkan saya bahwa nilai-nilai yang ada pada dunia investasi sebenarnya sudah ada dikehidupan sehari-hari dan bahkan jauh ke dalam Agama! (dalam hal ini Alkitab)

Kembali ke 'quotes' suhu, sebenarnya kita tidak bisa menebak arah pasar secara akurat dalam jangka pendek. Jangka pendek disini bisa jadi seminggu, sebulan, setahun atau bahkan 3-5 tahun sekalipun. Kalaupun mau mencoba menebak, sepertinya ada hal yang lebih penting untuk dipelajari. Mengapa hal tersebut saya bilang kurang penting? Karena menebak arah pasar terutama secara makro itu terlalu banyak variabelnya, sesimpel memproyeksi pertumbuhan GDP saja berarti anda harus mempelajari banyak sekali komponennya sesuai rumusnya GDP = Government spending + Consumption + Investment + net Export. Sungguh terlalu luas dan sangat menguras sumber daya tenaga dan waktu. Kalaupun anda sudah memiliki tebakan untuk 1 tahun kedepan, lalu ternyata ada pandemi atau hal-hal yang tak terduga lainnya perhitungan tersebut menjadi tidak relevan lagi (ingat, waktu Tuhan tidak ada yang tau!). Sebagai investor lebih baik fokus ke mikro alias kondisi perusahaan, karena perusahaan yang bagus seharusnya dapat (dan sudah teruji) melewati berbagai kondisi ekonomi. 

Ada satu (ayat) lagi yang terlintas dikepala saya, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Prinsip itu sangat relevan di dunia saham, jika anda ingin menjadi kaya atau mengelola dana yang besar, maka pertama-tama anda harus menguasai dulu ilmu dan disiplin dengan apa yang sudah anda punya saat ini. Anda tidak akan bisa kaya disaham jika cara anda masih seperti mencari 'uang jajan' dari hasil trading anda. Anda harus memperlakukan modal anda saat ini seakan mengelola dana yang besar, maka tinggal tunggu waktu saja Yang Maha Besar memberikan kesempatan untuk anda mengelola yang lebih besar sesuai kemampuan anda nantinya.


Kritis dan Menjadi Waraslah!

Dari berbagai hal penting yang bisa dipelajari, berpikir kritis merupakan yang paling fundamental dari semua prinsip dalam investasi. Jika anda berusaha berpikir sekritis mungkin dalam menyikapi suatu hal, keputusan yang anda buat juga seharusnya terjaga dalam taraf yang waras. Jika anda juga kritis terhadap diri anda sendiri, maka anda akan menjadi lebih disiplin. Dengan sikap yang kritis anda seharusnya terhindar dari hal-hal yang merugikan dan menggerogoti potensi imbal hasil. Misalnya dengan tetap disiplin membeli saham yang sudah dipahami luar dalam daripada ikut-ikutan beli saham yang sedang 'hot'. Justru terkadang hanya dengan berpikir kritis dan lebih 'waras' walau tanpa rumus-rumus tingkat tinggi, sebagai orang biasa alias investor ritel anda bisa mendapat return setara atau bahkan lebih tinggi daripada investor profesional/institusi. Oleh karena itu saya bisa menyimpulkan investasi khususnya pada saham hanya cocok untuk orang yang selalu WARAS!

Begitupun dengan saya sendiri, menulis tulisan seperti ini sebenarnya tujuannya untuk tetap menjaga 'kewarasan' saya. Tulisan ini juga untuk melihat kedepannya bagaimana saya mengembangkan pemikiran tentang investasi dan kehidupan, serta seberapa jauh perubahannya nanti. Sebenarnya banyak sekali yang bisa dibahas mengenai prinsip namun saya cicil saja supaya saya tetap rajin konsisten menulis. Oleh karena banyaknya prinsip-prinsip yang sebenarnya biasa kita temui dalam keseharian relevan dengan dunia investasi, kedepannya saya akan menulis seputar prinsip investasi dalam seri 101 Life-vesting Principles. Sampai jumpa dikesempatan selanjutnya!

Tidak ada komentar