Tahun Roller-coaster Bukti Inefisiensi Pasar!
Tak terasa 2020 hampir kita lewati. Banyak hal tak terduga terjadi. Bagi saya pribadi 2020 adalah tahun yang tidak akan pernah saya lupakan. Ditahun inilah saya bisa melihat harga sebuah saham bluechip bisa dibanting sampai harga Auto Reject Bawah (ARB) atau harga paling rendah yang dapat diperdagangkan dalam satu hari(walaupun pada saat itu harga ARB dibatasi maksimal -6%). Juga pertama kalinya juga saya menyaksikan perdagangan saham harus dihentikan selama 30 menit (trading halt) akibat IHSG yang anjlok lebih dari 5%. Semua panik karena Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi global.
Maret 2020
Tangkapan Layar Aplikasi RTI Bussines |
Jujur, saya sangat terkesima melihat situasi yang terjadi. Ternyata market bisa segila ini dalam waktu singkat. Saham BBRI yang dulunya diharga 4000an sangat banyak yang berminat, dimasa crash market ini harga 2500 saja banyak orang 'membuang'nya. Lebih gila lagi saham sektor konstruksi seperti WIKA WSKT PTPP sempat anjlok lebih dari 60% dalam sebulan. Saham consumer goods yang dianggap bersifat defensif pun tidak luput. UNVR dkk terdiskon lebih dari 25% dalam sebulan. Tidak ada yang kebal dari crash market kali ini.
Memang penurunan drastis ini seperti memiliki alasan yang cukup masuk akal. Pandemi virus memaksa pemerintah menghimbau rakyatnya untuk tetap dirumah agar penyebaran virus lebih terkendali. Maka otomatis mengakibatkan penurunan tingkat aktivitas dan konsumsi masyarakat. Jika aktivitas dan konsumsi menurun maka roda perekonomian berisiko akan tersendat.
Driver ojek online, taksi online, rumah makan, cafe, gym, bioskop serta pekerjaan/usaha lainnya yang melibatkan kontak antar manusia harus dikurangi yang pastinya juga menurunkan pendapatan mereka. Jika pendapatan pada turun, maka akan berpotensi menimbulkan kebangkrutan dimana-mana, tingkat pengangguran dan kemiskinan pun diproyeksikan meroket. Pokoknya outlook untuk dunia usaha dimana-mana SURAM!
Efek pandemi ini memang parah. Namun apakah penurunan harga saham ini cukup wajar menyesuaikan dengan outlook yang juga parah tersebut? Sampai saat ini pun tidak ada jawaban yang pasti, namun kita semua tau seluruh pihak didunia bahu-membahu membantu krisis ini agar tidak menjadi lebih parah lagi.
Contohnya di Amerika Serikat, pemerintahnya memberikan bantuan berupa uang tunai kepada semua masyarakat yang terdampak. Bersama bank sentralnya, The FED, pemerintah juga menyuntikkan dana ke perusahaan-perusahaan yang terkena dampak yang parah agar tidak bangkrut, yang mungkin jika dibiarkan bangkrut akan menyebabkan domino effect yang lebih parah. Begitu pula terjadi diberbagai belahan dunia lain sperti Eropa, Cina, Jepang, Korea dan juga Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) memberikan banyak sekali keringanan dan bantuan kepada seluruh lapisan masyarakat dan usaha yang terdampak. Mulai dari dunia usaha diberikan insentif pajak, penyederhanaan lartas impor ekspor, hingga kelonggaran kredit terutama bagi UMKM yang terdampak. Lalu bantuan juga diberikan langsung kepada masyarakat seperti bantuan langsung tunai, bansos sembako hingga bantuan berupa pulsa dan kuota untuk pelajar. Tak kalah penting industri perbankan yang bertugas menyokong ini semua, juga tidak terlewat untuk diberikan pertolongan berlapis oleh BI dan OJK agar tetap survive dan tidak menimbulkan krisis keuangan yang sistemik.
Singkat cerita, pada saat itu saya yakin pandemi ini bisa diatasi. Masalahnya kita tidak tahu kapan itu bisa sepenuhnya diatasi dan ekonomi berjalan normal kembali. Disatu sisi, saya masih yakin dalam jangka panjang mayoritas perusahaan besar di Indonesia saat ini bisnis modelnya masih belum berubah signifikan dengan masa sebelum pandemi. Sehingga yang paling pertama harus diperhatikan adalah kemampuan bertahan melewati krisis ini. Yang pasti keuangannya harus kuat!
Beruntungnya selama 3 tahun terakhir saya telah mempelajari banyak perusahaan. Saya sudah cukup hafal emiten-emiten mana yang saya suka namun beberapa masih belum bisa saya miliki karena kendala valuasi yang belum cocok. Kesempatan seperti bulan Maret 2020 ini mungkin hanya akan terjadi sekali dalam dekade. Tentu saya tidak mau melewatkan kesempatan ini. Saya akumulasi besar-besaran saham yang sudah menjadi watchlist saya sejak lama. Diantara watchlist itupun saya harus memilih. Karena sangking banyaknya 'durian runtuh', saya bingung mana yang paling bagus untuk dimasukkan ke keranjang.
Disaat yang sama, banyak sekali yang takut melihat kejadian ini. Yang sudah terlanjur punya posisi banyak yang terpaksa jual rugi (Cut Lost) karena takut akan jatuh lebih dalam lagi. "Gile pasar ancur banget, gue out dulu deh tunggu pasar stabil lagi" kata mereka. Bagi yang belum masuk ke saham prihatin dan juga takut rugi kalau masuk kecepatan. "Turun terus nih, aku juga nunggu mulai ada berita bagus aja deh". Padahal yang sebenarnya mereka lakukan adalah menjauhi 'once in a decade opportunity'.
Akhir Tahun 2020
Sumber : Indopremier Chart |
Sekarang, drama kejatuhan pasar saham sudah selesai. Per pertengahan Desember 2020 IHSG malah sudah kembali ke angka 6000-an. Recovery yang sangat cepat! Dari angka terendahnya 3911 ke angka 6000 merupakan kenaikan 53% yang terjadi dalam tempo kurang dari 10 bulan. Pasar yang sedang euforia ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, kebetulan ini sudah dibahas dengan ciamik pada artikel situs axlarry.com langsung cekidot aja!
Atmosfir euforia ini jelas terasa sampai ke dunia maya dan sosial media. Setiap hari ada saja yang pamer cuan disosial media, akun sosial media yang mengedukasi tentang saham bertebaran dimana-mana dan muncul banyak 'aliran-aliran' baru. Sampai-sampai ada seorang tokoh agama (tanpa bermaksud mendiskreditkan) pun ditunggu-tunggu khalayak untuk 'bersabda' tentang saham apa yang menurutnya bagus.
Sepertinya penemuan vaksin dan cepatnya proses distribusi ke seluruh dunia menaruh harapan yang tinggi bagi investor. Banyak pengamat memperkirakan ekonomi dunia akan sepenuhnya pulih mulai akhir tahun 2021 jika program vaksinasi berjalan sesuai ekspektasi. Investor pun juga ikut optimis pasar akan kembali normal sebentar lagi sehingga mengangkat valuasi saham juga menjadi 'normal' kembali.
Tapi semua seakan lupa bahwa fundamental ekonomi dan bisnis masih belum benar-benar pulih. Tingkat kasus Covid-19 baru pun masih terus meningkat (setidaknya di Indonesia). Vaksin juga baru akan mulai diedarkan tahun 2021, itupun belum tahu seberapa lancar pendistribusiannya ke masyarakat.
"Ekstrim"
Itulah kata yang menggambarkan dunia pasar modal pada tahun 2020 ini. Mirip seperti Roller Coaster, naik turunnya sangat terjal hingga bisa menghempaskan tubuh penumpangnya jika tidak berpegangan erat. Terjadi koreksi yang sangat dalam akibat reaksi pasar yang begitu pesimis diawal masa pandemi, namun belum sampai akhir tahun pasar mendadak bisa begitu bullish.
Volatilitas yang tinggi ini kembali menjadi bukti bahwa pasar memang tidak efisian. Pasar tidak selalu benar dan bisa salah dalam jangka pendek. Oleh karena itu investor yang handal seharusnya dapat memanfaatkan inefiensi ini dengan menemukan saham yang 'salah harga' dan mengoptimalkan imbal hasilnya.
Akhir tahun seperti saat ini adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi kembali. Sudah sebaik apa proses atau kualitas pengambilan keputusan kita dalam investasi saham? Apakah keuntungan yang saya dapatkan saat ini murni karena saya memilih saham yang memang terbaik, atau hanyalah keberuntungan belaka ditengah bullishnya pasar? Dan yang terpenting saat ini, apakah kondisi bullish seperti ini bisa berlangsung terus menerus? Siapkah anda (terutama anda para newcommer) menghadapi masa sulit lagi kedepannya?
"Bull markets are born on pessimism, grown on skepticism, mature on optimism and die on euphoria. The time of maximum pessimism is the best time to buy, and the time of maximum optimism is the best time to sell." ~ John Templeton
Terima kasih sudah membaca sampai akhir, jika anda merasa tulisan ini berguna silahkan bagikan ke teman-teman anda ya :).
Post a Comment