Header Ads

My Portofolio Journal 2020 : Pure Luck?


Tanggal 30 Desember 2020 lalu adalah hari terakhir perdagangan di BEI ditahun 2020 dan IHSG ditutup di angka 5979. Angka tersebut dibawah angka pembukaan awal tahun sekitar 6300an. IHSG sempat berada diangka 3900an pada saat awal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia bulan Maret lalu. Setelah itu terjadi pemulihan hingga kembali menyentuh level 6000 dengan melewati fluktuasi pasar yang lebih volatil daripada IHSG pada kondisi normal 2-3 tahun lalu. 

Lalu, apa kabar portofolio saya? Bagaimana dengan kinerjanya ditengah krisis ini?

Catatan : Selama ini saya mengukur kinerja portofolio menggunakan metode NAB (seperti reksadana), namun berkat pencerahan dari sebuah artikel blog axlarry.com, saya menambahkan metode Money Weighted Rate of Return atau MWRR atau jika di Excel rumusnnya XIRR. Adanya metode baru ini dapat memperdalam perseptif terhadap kinerja pengelolaan sebuah portofolio. Untuk lebih detailnya silahkan membaca penjelasannya pada artikel Investor Saham Seharusnya Hitung Return Investasi Saham.





Secara NAB, kinerja portofolio saya dibanding IHSG tahun ini sangat memuaskan. Disaat IHSG menutup buku dengan -5,4%, portofolio saya malah +17,2%. Kinerja yang memuaskan ini disebabkan penambahan modal yang sangat signifikan ketika pasar crash bulan Maret lalu. Terlihat Unit Penyertaan  (UP) yang bertambah dari 45 ribu unit ke 64 ribu unit dan terus bertambah menjadi hampir 78 ribu unit dibulan September 2020. Artinya ada penambahan modal hampir 2 kali lipat. Modal tersebut tentu saya pakai untuk averaging down saham yang sedang anjlok dan membeli saham lain yang sudah saya incar diharga yang cukup bargain.

Aplikasi HOTS PC

Pada aplikasi broker saya, HOTS, sejak 2017 portofolio saya menghasilkan yield return sebesar 39,87%. Sementara jika memperhatikan nilai NAB pada akhir Desember 2020 hanya 1345,7 yang sama dengan return 34,57% menunjukkan catatan perhitungan NAB saya memang belum akurat. Ketidakakuratan ini disebabkan tanggal pencatatan penyetoran dana ke portofolio selalu diasumsikan setiap tanggal 1 tiap bulannya, padahal pada praktiknya tidak selalu tepat sesuai asumsi tersebut. Penyetoran terkadang dilakukan bertahap, dan tidak selalu pada tanggal 1. Beruntungnya aplikasi HOTS dapat mencatat dengan akurat tangal transaksi sehingga angka dari aplikasi seharusnya lebih akurat. Namun kedepannya saya tetap akan menghitung dengan metode NAB sebagai backup. (Kita tidak boleh terlalu bergantung dengan aplikasi.)



Berkat artikel dari axlarry.com saya akhirnya menemukan cara perhitungan yang baru yang juga lebih akurat dalam menghitung kinerja portofolio. Singkatnya, metode Money Weighted Rate of Return (MWRR) ini menghitung kinerja berdasarkan kapan arus kas terjadi. Dalam Excel kita dengan mudah dapat menghitung MWRR menggunakan rumus XIRR. Portofolio saya sejak 2017 menghasilkan return 17,44% p.a sementara IHSG secara CAGR hanya menghasilkan return 3,09%. Cukup impresif ternyata, padahal karena selama ini menghitung berdasarkan metode yang bersifat Time Weighted Rate of Return (TWRR), saya merasa seolah-olah performance portofolio saham saya tergolong underperform



Jika anda membaca juga jurnal portofolio saya tahun lalu dan berfikir itu adalah portofolio yang 'supermarket', maka portofolio saya tahun ini lebih 'supermarket' lagi. Dari 'hanya' 23 menjadi 27 saham. Hal ini disebabkan menjelang akhir tahun saya ingin menghabiskan sisa cash. Saya berfikir dimasa bullish seperti ini hampir semua saham bisa naik sehingga posisi cash kurang menguntungkan (selain saya sudah punya cadangan dry powder dalam bentuk RDPU di akun lain). Sehingga lebih baik saya belikan saham perusahaan yang menurut saya oke tapi valuasinya belum mahal seperti DLTA, EPMT, dan CARS. Ohya, saham kutukan seperti BEKS juga sudah sempat saya jual (ketika RSS dan ARB berkali-kali), namun sayangnya muncul kembali  dalam bentuk right-nya karena saya masih memiliki sahamnya saat exdate right. Jika saham-saham dengan porsi sangat minor ini dikeluarkan (dijual) maka sebenarnya saham yang prosinya signifikan hanya 22 perusahaan 'saja'.

Yang menarik adalah perubahan komposisi saham dimana ketika crash bulan Maret lalu saya mengakumulasi cukup banyak saham bluechip dan lebih fokus ke sektor keuangan/perbankan. Terlihat dari munculnya BBCA dan BMRI ditahun 2020 ditambah bobot BBRI dan BBNI yang bertambah signifikan. Secara total sektor finansial berkontribusi 40% dari total portofolio. Saya sangat percaya dengan dukungan sekaligus pengawasan yang ketat dari berbagai pihak dan prinsip pemerintah yang fokus untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional, seharusnya sektor keuangan terutama perbankan akan segera kembali ke jalur pertumbuhan. 

Walaupun sangat percaya dengan industri keuangan, perlu juga melirik sektor konsumer (dan turunannya) untuk diversifikasi. Saya menambahkan KLBF, PZZA dan TLKM kedalam portofolio dan menambah porsi ASII. Diharapkan setelah ekonomi benar-benar pulih, sektor konsumer ini akan bertumbuh kembali. Selain itu karakternya yang defensif bisa memberikan bantalan dimasa depan jika terjadi crash kembali.

ITMG menjadi satu-satunya saham sektor pertambangan yang saya miliki. Pada akhir 2020 ini berkat rally harga komoditas batubara, akhirnya saham ITMG juga membuahkan hasil setelah lebih dari setahun (termasuk pada saat crash) bearish. Walaupun ditengah disrupsi EBT, alasan saya tetap investasi di ITMG adalah karena kinerjanya yang baik walau pada saat harga komoditas hancur sekalipun, mereka masih membukukan keuntungan ditambah lagi keuntunganya juga dibagikan dalam bentuk dividen.

Banyak analis berpendapat tahun 2021 akan menjadi tahunnya komoditas. Hal ini disebabkan karena mulai meningkatnya lagi aktivitas dan perdagangan setelah pandemi COVID-19 mulai teratasi yang membuat demand terhadap energi meningkat. Khususnya China yang sudah lebih dahulu pulih dari krisis. Ini sudah tercermin dari permintaan batubara dari China yang meningkat drastis di akhir tahun. Dari siklus komoditas ini, diprediksi sektor lain seperti otomotif dan properti akan mengalami domino effect. Saya sudah sejak lama memiliki saham properti, kita lihat saja bagaimana pertunjukannya di 2021 ini.


Portofolio Timothy Asset Management (TAM)

Mulai tahun 2020, saya menambahkan review (semacam Annual Report kecil-kecilan hehe..) portofolio Timothy Asset Management (TAM) yang merupakan dana investasi pribadi yang saya kelola sendiri.  Portofolio investasi ini terdiri atas beberapa jenis kelas aset mulai dari saham, reksadana, obligasi, deposito, P2P Lending, ataupun bentuk aset lain yang bersifat menjanjikan imbal hasil. Sumber dana portofolio ini murni dari gaji saya sebagai ASN. Oleh karena itu, saya mengelola dana ini dengan sangat hati-hati. Tiap keputusan saya telah melalui proses analisis yang matang. Risiko yang saya ambil juga hanyalah yang bisa saya tanggung, saya tidak akan berani menaruh modal pada hal-hal yang belum saya mengerti. Keterbukaan saya tentang potofolio aset investasi ini juga dimaksudkan untuk menjadi inspirasi serta mengedukasi pembaca bahwa siapapun bisa mengelola portofolio investasi sendiri apapun latar belakang pekerjaan dan pendidikannya. 



Per awal tahun 2020, komposisi portofolio TAM terdiri dari saham(49.3%), Reksadana(36,2%), Surat Utang(2,1%), P2P Lending(7%) dan Lain-lain (5,3%). Hingga pada akhir tahun 2020, porsi aset dari Surat Utang dan Lain-lain menjadi 0 dan dialihkan ke aset lain sehingga grafiknya bisa dilihat pada gambar diatas.

Untuk portofolio saham sudah dijelaskan pada bagian awal artikel ini. Idealnya saya ingin portofolio saham berkontribusi 65-70% dari total portofolio, namun jika ada oportunity maka saya tidak akan terlalu terpaku pada angka tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika tidak ada good deal di pasar, maka saya akan mengalihkan dana tersebut sementara ke aset lain.

Portofolio Reksadana, terdiri atas 85% reksadana pasar uang, 10% reksadana pendapatan tetap, dan 5% reksadana indeks saham Sri Kehati. Fungsi utama portofolio reksadana adalah sebagai penyeimbang risiko dari portofolio saham sekaligus tempat 'penampungan' dana idle investasi yang masih tergolong likuid. Mencairkan reksadana (khususnya jenis pasar uang) biasanya maksimal membutuhkan 3 hari kerja, yang menurut saya cukup cepat untuk bisa dikatakan likuid. Hal ini sudah teruji pada masa crash market bulan Maret 2020 lalu, pencairan RDPU selama 2-3 hari tidaklah membuat saya kehilangan kesempatan mendapatkan saham yang good deal. Imbal hasil dari reksadana juga cukup menarik dikisaran 5-7% sehingga hemat saya lebih optimal jika dana idle ditempatkan di reksadana dibandingkan dibiarkan dalam bentuk cash.

Pada Portofolio Surat Utang/Obligasi, saya hanya memiliki SBR003 yang dimana pada bulan Mei 2020 sudah jatuh tempo dan dananya saya alokasikan ke reksadana sehingga setelah itu saya tidak memiliki aset obligasi lagi. Dalam waktu dekat saya belum merasa perlu menambah kembali obligasi, karena saat ini pasar obligasi sedang bullish sehingga yield menjadi kurang menarik.

Pada Portofolio P2P Lending, di awal tahun saya memiliki pendanaan di 2 platform yaitu Investree dan Koinworks. Hingga diakhir tahun ini saya melakukan pendanaan pada 2 platform lagi yaitu Akseleran dan Komunal sehingga total saya memiliki pendanaan di 4 platform. Porsi portofolio P2P Lending saya per akhir 2020 terdiri dari Akseleran (58%), Investree (27%), Koinworks (9%) dan Komunal (6%). Saya menempatkan dana pada portofolio P2P Lending dengan alasan : 
1. P2P Lending merupakan kelas aset yang memiliki korelasi lebih rendah terhadap kelas aset lain seperti saham dan obligasi. Korelasi yang dimaksud adalah pergerakan imbal hasil secara historis. Memang saya belum pernah menghitung statistik korelasinya, namun dari pengalaman saya selama 3 tahun ini, return P2P cenderung stabil. Tidak seperti obligasi yang yieldnya bisa 'digerakkan' oleh suku bunga bank sentral, P2P bisa dibilang imun karena yang menentukan imbal hasil suatu pendanaan P2P adalah assesment dari platform P2P itu sendiri. 
2. Mengoptimalkan imbal hasil secara keseluruhan portofolio. Dengan melakukan diversifikasi ke aset yang memiliki level korelasi rendah, maka cenderung akan mereduksi risiko volatilitas dan mengoptimalkan imbal hasil secara keseluruhan portofolio. Karena jika harus menempatkan semua dana pada RDPU maka imbal hasilnya hanya sekitar 6%, namun jika sebagian ditempatkan pada P2P Lending dengan diversifikasi yang baik (ditambah lagi berasuransi) maka diharapkan dapat memberikan hasil 12-14% p.a. Jika bobot RDPU dan P2P Lending sama, maka kombinasi keduanya memberi imbal hasil 9-10%. 
(Untuk yang mau mempelajari tentang P2P Lending lebih lanjut silakan membaca artikel saya sebelumnya yang membahas tentang Investree dan Akseleran)

Pada portofolio lain-lain terdiri dari sebuah perjanjian investasi terhadaap usaha teman saya. Perjanjian tersebut diakhiri di bulan September 2020 dengan pengembalian yang walau tidak mencapai ekspektasi tapi sudah cukup memuaskan.




Total dana kelolaan naik 72%. Kenaikan ini disebabkan setoran modal rutin (kontribusi 67%) dan kenaikan/kinerja positif dari tiap-tiap aset (kontribusi 33%). Kedepannya diharapkan kontribusi dari imbal hasil lebih besar daripada setoran modal rutin. Itu bisa dicapai dengan asumsi kinerja positif konsisten tiap tahunnya dan jumlah setoran tidak bertumbuh signifikan. 





Secara NAB, kinerja TAM cukup baik, dengan return 15,2% ditahun yang menantang ini. Tentu yang paling menunjang kinerja portofolio TAM adalah portofolio sahamnya yang tumbuh 17,2%. 


2020

Disaat yang bersamaan kinerja TAM secara perhitungan MWRR menunjukkan return yang lebih baik lagi yaitu 19,23%. Hal ini wajar karena cashflow yang masuk ke portofolio TAM terjadi tepat pada saat crash market dan jumlahnya juga cukup signifikan menambah jumlah modal sehingga menciptakan kombinasi yang pas untuk mendorong angka return annualized yang lebih tinggi.

Untuk saat ini belum ada keinginan menambah jenis aset baru ke dalam portofolio TAM. Baik itu faktor return dan risk yang belum saya pahami ataupun gaya berfikir saya yang cenderung konservatif. Biarpun ada jenis aset sedang hype dan digandrungi banyak orang, jika itu belum masuk nalar logika saya, maka saya sama sekali tidak tertarik mengambil risiko. Misalkan saat ini sedang tren cryptocurrency. Bukan berarti kontra dengan jenis aset tersebut, tapi hanya belum menemukan alasan kuat mengapa harus memilikinya. Saya tidak akan tertarik hanya karena melihat kenaikan yang menggiurkan dalam jangka pendek, tetapi dibalik itu semua belum ada underlying value yang mencerminkan harga yang harus dibayar. 


"Remember, price is what you pay and value is what you get! Do you want to pay even just a thousand rupiah for something that not giving you back any value? (Example, Tukang Parkir that suddenly comes out of nowhere) After all, it's all my hard earned money, dude! "


Overall, saya sendiri agak terheran melihat portofolio saya bisa sebaik ini justru dimasa yang seharusnya semua terlihat buruk. Mungkin saya hanya beruntung saja di tahun ini, tapi yang jelas kita semua harus berterima kasih atas kerja keras Pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan seluruh pihak yang terlibat dalam pemulihan kondisi krisis ini, atas bantuan merekalah dampak dari pandemi ini bisa diminimalisir sehingga membuat investor institusi (smart money and big money) dan juga retail seperti saya tetap optimis dengan masa depan bangsa ini.  

Kedepannya semoga saya bisa melakukan pencatatan transaksi dengan lebih rajin dan detil lagi. Harapannya perhitungan kinerja portofolio juga lebih akurat dan menggambarkan kinerja yang sebenar-benarnya. Perhitungan dan evaluasi kinerja tahunan ini juga mendorong agar pengelolaan portofolio dimasa depan juga semakin baik. 

Demikianlah pembahasan (atau untuk sebagian orang mungkin menganggap 'congkak terselubung' haha..) tentang perjalanan investasi saya di tahun 2020. Apakah anda cuan atau bocuan ditahun yang menantang ini? Apakah anda juga sudah menghitung return investasi anda sendiri? Apa yang kira-kira perlu diperbaiki kedepannya? Silahkan sharing di kolom komentar!

Disclaimer : Segala emiten yang termuat dalam artikel ini baik secara tersirat maupun tidak tersirat bukanlah rekomendasi untuk membeli. Saya tidak berhak merekomendasikan siapapun untuk melakukan jual beli saham dan juga tidak bertanggung jawab atas konsekuensinya. Tetaplah lakukan PR anda terlebih dahulu!

Tidak ada komentar