Review Buku Mastering The Market Cycle (Howard Marks)
Ketika harga sebuah benda atau jasa turun, tentu kita akan lebih tertarik untuk membelinya karena kita merasa keputusan tersebut lebih cerdas dibandingkan membeli diharga normalnya. Misalkan, jika sebuah Kedai Kopi Elite mengadakan promo untuk setiap hari selasa harga kopi mereka diskon 50%, tentu kita berusaha mengagendakan pertemuan dengan teman pada hari tersebut daripada hari-hari lainnya. Namun tidak demikian yang terjadi di pasar modal dan dunia investasi, sering kali sebaliknya!
Buku Mastering The Market Cycle ini, sesuai dengan judulnya merupakan buku yang membahas tentang siklus pasar, dalam hal ini secara khusus pasar dimaksud dengan pasar modal dan/atau kredit (utang). Latar belakang saya ingin membaca buku ini karena saya ingin mempelajari ekonomi dan investasi secara makro. Selama ini sebagai investor yang beraliran value investing, saya cenderung menggunakan gaya analisa bottom-up dimana saya lebih fokus ke kualitas perusahaan dibandingkan dengan sektor bisnis perusahaan tersebut secara makro, karena saya yakin perusahaan yang baik dan manajemen yang baik serta teruji dapat bertahan walau sektornya kurang menjanjikan. Walau demikian saya tetap merasa perlu untuk mempelajari ekonomi dan investasi secara makro agar pengetahuan saya semakin lengkap.
Pada awalnya saya tidak tahu mau belajar makro dari mana agar cocok dengan gaya investasi saya. Sampai pada akhirnya ketemulah buku ini yang menurut saya sangat cocok karena ditulis oleh investor sukses seperti Howard Marks yang merupakan co-chairman dan co-founder dari Oaktree Capital Management yang bertanggung jawab atas pengelolaan aset sebesar 120 Milliar dollar. Beliau memiliki spesialisasi investasi melalui jenis aset bonds atau surat utang terutama pada Distressed Debt atau Junk Bond. Jenis obligasi ini adalah obligasi yang dimiliki oleh perusahaan yang sedang kesulitan keuangan atau bahkan bangkrut. Memang secara jenis aset yang beliau (yang selanjutnya saya singkat HM) kelola sangat berbeda dengan saya yang masih mengelola secara aktif saham saja, tapi secara pandangan makro untuk investor kurang lebih sama. Selain itu topik 'Siklus' sendiri merupakan topik yang menarik karena pastinya kita juga harus belajar dari sejarah.
Pada buku ini HM menjelaskan secara komprehensif tentang sifat siklus, penyebab dan bagaimana dampak siklus tersebut terhadap ekonomi. Memang HM tidak mengajarkan cara memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya besok, bulan depan atau bahkan tahun depan, namun seorang investor harus lebih mempelajari dan mengerti kondisi-kondisi yang sedang terjadi dimasa sekarang dan lebih sadar sedang berada disiklus apa dia berada. Melalui buku ini, HM membutuhkan 300 halaman lebih untuk menjelaskan secara gamblang tentang siklus, namun tenang saja pada artikel review buku ini saya akan merangkum dan membagikan beberapa poin-poin yang menarik saja dari buku ini.
1. Manusia penyebab terjadinya siklus.
Berdasarkan teori istilah "Homo Economicus" (Manusia Ekonomi), kita sebagai manusia digambarkan sebagai sosok yang bertindak secara rasional, memiliki informasi serta pengetahuan yang cukup dan selalu ingin memaksimalkan kepuasan pribadinya. Namun realitanya tidaklah selalu demikian. Kita sebagai manusia juga memiliki emosi dan perasaan yang bisa membuat tindakannya 'irasional'. Ambil contoh langsung dari kejadian nyata dipasar modal. Jika harga saham dari hari ke hari semakin anjlok kebanyakan orang kemungkinan besar akan berusaha menjauhinya, jika ia sudah punya mungkin akan dijual atau jika belum memilikinya maka tidak akan tertarik sama sekali. Sebaliknya jika harga saham sedang bullish atau naik-naiknya maka semua orang akan memperhatikannya, yang sudah memiliki akan merasa sangat bahagia dan berharap akan terus naik, yang belum memilikinya berusaha membeli dan juga berharap naik lagi agar bisa mendapat untung. Tapi jika kita berkaca dari contoh kasus pada pembukaan artikel ini, tentu kejadian di pasar saham ini sangat tidak rasional. Mengapa jika harga sebuah benda terdiskon malah tidak ada yang mau membelinya? Tidak rasional kan?
Begitulah fakta yang sering terjadi, manusia tidak sepenuhnya selalu dapat berpikir dan bertindak secara rasional. Hal ini membuat terjadinya siklus naik dan turun pada pasar. Karena itu kita sering mendengar istilah optimis dan pesimis sebagai bentuk terlibatnya emosi dan perasaan dalam keputusan ekonomi. Hasilnya, kita sering kali merasa euforik disaat yang salah dan putus asa diwaktu yang juga salah. Terlalu berlebihan sampai ceroboh jika kondisi berjalan dengan baik dan terlalu putus asa sampai menghindari segala risiko ketika kondisi berjalan buruk.
Jika tidak ada emosi yang terlibat, maka seharusnya teori pasar efisienlah yang terjadi, dimana pasar akan selalu stabil, tidak ada naik turun dalam jangka pendek. Namun, selama manusia masih saling bertransaksi satu dengan yang lain, hal itu tidak akan terjadi.
2. Analisislah risiko dan return dengan benar walau kadang terdengar terbalik.
Ketika pasar sedang dalam siklus rendahnya, biasanya harga aset lebih berpotensi untuk naik ketimbang untuk semakin turun. Sebaliknya juga demikian jika pasar sedang dalam siklus tingginya. Memang harga murah bukan berarti besok harganya akan naik atau harga mahal besok kan turun. Namun dari segi risiko, ketika harga sebuah saham sedang mahal-mahalnya tentu lebih tinggi daripada ketika sedang anjlok. Justru ketika harga anjlok dan tidak ada yang mau membelinya, disitulah harga tersebut risikonya lebih minim. Tentu sebelumnya kita harus sudah memastikan kondisi fundamental perusahaan tidak ada perubahan yang signifikan atau tidak membuat penilaian kita terhadap perusahaan tersebut menurun karena tidak ada hal yang mendasar yang berubah dari bisnisnya.
Kutipan diatas bisa dibilang merangkum seluruh isi buku ini, tiap siklus punya penyebab dan karakteristik berbeda namun punya irama yang kurang lebih sama. Pasar bullish dan bearsih sangat dipengaruhi oleh optimisme dan pesimisme pasar dalam jangka pendek. Namun, kejadian dalam siklus tidak serta merta dapat dipastikan akan menghasilkan suatu kejadian selanjutnya, tetapi lebih sebagai suatu kondisi dapat atau cenderung menyebabkan suatu kejadian terjadi.
Tendensi manusia yang mengarah untuk ingin lebih sampai kadang terlalu berlebihan tidak akan pernah hilang. Bahkan jika hal yang berlebihan tersebut sudah dikoreksi, ingatan manusia dalam hal keuangan atau percuanan cenderung intuitif dan jangka pendek sehingga ekonomi dan pasar tidak akan pernah bergerak datar-datar saja sampai kapan pun. Tapi itu berarti investor yang memiliki kemampuan untuk memahami siklus akan menemukan peluang untuk mendapatkan keuntungan dari siklus tersebut.
4. Agresif atau defensif harus seimbang.
Menurut HM, cara terbaik untuk mengoptimalkan imbal hasil investasi adalah dengan mengatur portofolio agar tingkat agresivitas dapat disesuaikan disetiap kondisi. Jika pasar sedang berada disiklus optimisme yang berlebihan, bullish, atau booming, kita dapat mengkalibrasi portofolio agar lebih rasional atau konservatif, sedangkan jika pasar sedang crash atau pesimis yang berlebihan maka sebaiknya investor tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi agresif.
Investor yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dalam mengobservasi kondisi-kondisi yang ada dan mampu mengkalibrasi portofolionya secara baik, berpeluang lebih besar untuk mencapai hasil return diatas rata-rata juga. Walau memang dalam menyusun portofolio yang dapat disesuaikan sesuai siklus pasar tidaklah mudah serta membutuhkan skill dan pengalaman yang banyak.
Setelah membaca buku ini, saya sangat merekomendasikan buku ini bagi teman-teman investor yang mencoba mempelajari siklus ekonomi secara keseluruhan dan pasar modal (juga kredit/bonds) secara khusus, tingkah laku pelaku pasar ditiap siklusnya, apa dampaknya bagi perekonomian, sampai bagaimana cara menyikapinya agar semakin berpeluang memperoleh cuan diatas rata-rata (sesuai sub judul 'getting the odds on your side'). Banyak contoh sejarah serta pengalaman nyata dirinya (Howard Marks) sendiri yang ia ceritakan dan siklus industri properti juga ada dan dibahas dibuku ini loh.
Selain itu saya dapat memahami bahwa siklus pasar tidak dapat dipersamakan dengan 'market timing' pada umumnya atau mencoba menebak arah pasar, karena sebaiknya tidak melakukan hal tersebut. Tetapi dengan memahami sedang berada disiklus apa pasar saat ini dan menyesuaikan tingkat agresivitas portofolio adalah cara 'market timing' yang baik untuk mengoptimalkan return jangka panjang. Sisanya sama dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Value Investing. Ketika murah dan dibawah nilai intrinsik sebaiknya dibeli, jika sudah mahal dan naik gila-gilaan jangan ikutan gila. Simpel tapi tidak mudah. Saya pun sampai saat ini masih belajar. Tetap semangat!
"The market can remain irrational longer than you can remain solvent" - John Maynard Keynes
Post a Comment